
Daftar Isi
- Puisi Hari Guru Nasional
1. Puisi 12. Puisi 23. Puisi 34. Puisi 45. Puisi 56. Puisi 6Sang Pengabdi7. Puisi 78. Puisi 89. Puisi 910. Puisi 10
Jakarta –
Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November. Peringatan ini merupakan sekaligus Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Pada 25 November 1945 PGRI di saat Kongres Guru Indonesia (Kongres Guru 1) diselenggarakan di Kota Surakarta. Kongres tersebut digagas para guru, dosen, tenaga kependidikan, pensiunan guru, juga pegawai Kementerian Pendidikan dan Pedagogi yg gres didirikan.
Lantas pada 1994, Kepala Negara Soeharto mengeluarkan Keputusan Nomor 78 tahun 1994 yg memutuskan tanggal lahir PGRI selaku Hari Guru Nasional. Dijelaskan dalam buku Guru: Sang pejuang NKRI oleh Muhammad Divha, penetapan itu yakni ratifikasi Pemerintah dan negara bahwa usaha PGRI yaitu usaha yg keras, sungguh-sungguh, sistematis, dan komprehensif untuk seluruh guru.
Untuk menyemarakkan Hari Guru Nasional, berikut ini sejumlah puisi Hari Guru Nasional yang dapat detikers berikan ke guru tersayang, dikutip dari aneka jenis sumber dan detikSulsel.
Puisi Hari Guru Nasional
1. Puisi 1
Karya: I Kadek Agus Suandika dalam buku Untukmu Guru (Kumpulan Puisi)
Guruku
Ketika mentari pagi
Bersinar terang
Kubergegas tuk ke sekolah
Demi memperoleh ilmu
Guruku
Kau pengantarku menuju kesuksesan
Kau yang memberiku ilmu
Kau pemberi motivasiku
Kau yg senantiasa membimbingku
Guruku
Tanpamu saya tak mampu apa
Hanya terima kasih yang terucap
Atas seluruh jasamu yang mulia
Kaulah pahlawanku
2. Puisi 2
Karya: I Kadek Agus Suandika dalam buku Untukmu Guru (Kumpulan Puisi)
Dari Seorang Guru terhadap Muridnya
Anakku..
Pandanglah bahari lepas
Jika ingin kau cari hakekat hidup
Sebab ombaknya yakni gelombang kehidupan
Yang menghempas nafsu dalam benih di atas pasir
Dan menggemburkan norma dalam karang
Sedang teduhnya yakni kasih sayang
Yang tersembunyi di balik hempasannya
Yang tertulis dalam butir-butir mutiara hati
Anakku..
Pandanglah matahari
Jika kau ingin cari arti pengorbanan
Sebab cahayanya yakni pelita
Yang tanpa tanda jasa
Dan hangatnya yakni hangat nafas perjuangan
Anakku..
Jika kau ingin mencari makna kesetiaan
Pandanglah rembulan
Sebab purnama yakni pelita malam
Dari romantika sejuta asa
Tetapi anakku..
Pandanglah..
Kumohon lihatlah..
Siapa pencipta laut
Siapa pencipta matahari
Dan siapa pencipta rembulan
Carilah dan ia mulai tiba
Dalam keagungan-Nya
3. Puisi 3
Karya: KH A Mustofa Bisri (Gus Mus)
Guruku
Ketika saya kecil dan menjadi muridnya
Dialah di mataku orang paling besar dan terpintar
Ketika saya besar dan menjadi pintar
Kulihat ia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tidak tahu harga guru
Ataukah sekarang aku tak tahu
Menghargai guru?
4. Puisi 4
Karya: Kahlil Gibran
Guru
Barangsiapa mau menjadi guru
Biarlah ia mengawali mengajar dirinya sendiri
Sebelum mengajar orang yang lain
Dan biarkan pula ia mengajar dengan teladan
Sebelum mengajar dengan kata-kata
Sebab, mereka yg mengajar dirinya sendiri
Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri
Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
Daripada mereka yang cuma mengajar orang yang lain
Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang yang lain
5. Puisi 5
Karya: Chairil Anwar
Bintang
Aku menyayangi kelasmu
Kamu membantuku ‘tuk melihat
Bahwa untuk hidup bahagia
Belajar yakni kuncinya
Kamu mengerti muridmu
Kamu perhatian dan pandai
Kamu guru terbaik yang pernah ada
Aku tahu itu dari permulaan kalian bertemu
Aku memperhatikan kata-katamu
Kata-kata dari seorang guru sejati
Kamu lebih dari teladan terbaik
Sebagai guru, kau yakni bintang
6. Puisi 6
Karya: Zaniza
Sang Pengabdi
Setiap pagi kau susuri jalan berdebu
Berpacu waktu demi waktu
Tak acuh deru kendaraan lengkingan knalpot
Tak acuh hambar memagut
Kala sang penguasa langit tuangkan cawannya
Wajah-wajah lugu haus kan ilmu
Menari-nari di pelupuk mata menunggu
Untaian kata demi kata terucap seribu makna
Untaian kata demi kata terucap penyejuk jiwa
Ruang persegi jadi saksi bisu pengabdianmu
Menyaksikan tingkah polah sang penerus
Canda tawa pemanas suasana
Hening sepi berkutat dengan soal
Lengking bunyi kala langgar argumen
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Entah berapa tinta tergores di papan putih
Entah berapa verbal terucap sarat makna
Entah berapa lembaran tumpahan ilmu terkoreksi
Entah berapa pemikiran akal kau tanamkan
Waktu demi waktu dijalani hanya demi mengabdi
Berserah diri mengharap kasih ilahi
Ilmu kau beri harap kan berarti
Satu persatu sang penerus silih berganti
Tumbuh menjadi tunas-tunas negeri
Kau tetap di sini setia mengabdi
Sampai masa kan rampung nanti
7. Puisi 7
Karya: Iroh Rohmawati
Sebatang Kapur
Deretan formasi dingklik tanpa kedua kaki tetap bangun meskipun tidak bisa bangun tegak
Suara lantang selalu kau keluarkan hingga menghalau tikus tikus kemalasan di otak kalian
Tanpa mengenal letih kau selalu mendidik kami
Meski keringat bercucuran dan honor tak seberapa dibandingkan honor para aparatur aparatur negara yang tidak adil
Guru…
Nama yang hendak senantiasa diingat sepanjang masa
Dengan kelincahan menarikan sebatang kapur di atas papan tulis yg mulai mengantuk
Dan terus mendidik hingga kalian memperoleh arti pentingnya kehidupan
8. Puisi 8
Karya: Rizqi Ãinunhayati dalam buku 103 Puisi Pilihan Lomba Taraf Nasional yang disusun oleh Vania Kharizma Satriawan, dkk.
Doa Tulus Suci
Guruku, pembuka cakrawala dunia
Engkau amat mulia
Kau ajarkanku ihwal banyak hal
Engkau panutanku wahai guruku
Hadirmu kolam tetes air hujan di keringnya raga
Hadirmu kolam pelita gelapnya relung jiwa
Hadirmu kolam pelangi indah berseri
Guru
Tiada hari tanpa asupan nutrisi ilmu darimu
Walau sekarang kutahu
Kau tengah berjuang dengan prospek pasti
Berkali-kali bacokan cinta kau terima dengan senang hati
Kau terjang panasnya radiasi
Dahaga sudah lah jangan ditanya lagi
Sakit tiada lagi kau rasa demi mewarnai hari kita
Guru
Jasamu terpatri dalam sanubari
Terngiang dalam kenangan pasti
Derap langkahmu panutan arah ini
Teruslah melayang menyoroti dunia kalian
Doa kami senantiasa mengiringi
Semoga sang Ilahi senantiasa memberkahi
9. Puisi 9
Karya: Yoga Permana Wijaya
Bersamamu, Guruku
Ketika saya memandang langit
Tingginya takkan sanggup kuraih berjinjit
Tapi tatkala aku menatapnya bersamamu, guruku
Aku sanggup menggapai cita setinggi itu
Ketika saya memandang samudera
Hamparan luasnya takkan dapat kupeluk di dada
Tapi tatkala aku memandangnya bersamamu, guruku
Aku dapat merangkul mimpi seluas itu
Ketika aku menyaksikan gunung
Beratnya takkan bisa kupikul di punggung
Tapi tatkala aku melihatnya bersamamu, guruku
Aku mampu mengangkat ilmu seberat itu
Itulah tinggi, luas dan mengajukan pertanyaan jasa yg kau terima
Berkatmu. Ku Menatap, ku memandang, ku menyaksikan sisi yang lain dunia
Tuk menggantinya menjadi bekal kehidupan
Maka setinggi langit, seluas samudera dan seberat gunung
Terhatur terima kasih untukmu, guruku.
10. Puisi 10
Karya: Saraswitha Shinta Hapsari
Jasamu Tak Terbalas
Ketika ilmuku gelap gulita
Engkaulah pelitanya
Ketika ilmuku butuh cahaya
Engkaulah penerangnya
Kau buat ilmu
Menerangi otakku
Seolah engkau berkata
“Rajinlah menimba ilmu muridku.. Agar kau berhasil nantinya..”
Batinmu…
Padamu guru-guruku
Aku haturkan rasa hormatku
Untukmu guru-guruku
Aku ucapkan terima kasih
Atas ilmu yang telah kau bagi pada murid-muridmu
Jasamu tidak kan pernah terbalas
Selamat hari pahlawan..
Untukmu pendekar tanpa tanda jasa
Terima kasihku…
Karna tanpamu
Aku terjatuh di alam kebodohan
Itulah dua puisi Hari Guru Nasional yg bisa detikers pakai buat menyemarakkan perayaan ini pada 25 November 2024.
