
Jakarta –
Performa keuangan negara lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kuartal I – 2023 menampilkan tanda yang bagus seiring dengan pelonggaran kebijakan ekspansif yang selama ini ditangani dalam pemulihan ekonomi nasional. Belanja negara yang meraih Rp 518 Triliun sampai selesai Maret bisa diimbangi dengan pendapatan negara yang meraih Rp 647,2 Triliun. Kondisi ini bikin surplus sebesar Rp 128 Triliun, yang pasti menjadi sinyal positif membaiknya defisit budget pada selesai tahun yang diperkirakan di bawah 3% sesuai dengan amanah undang-undang.
Sejak pertama kali pandemi COVID-19 terjadi di negeri ini di permulaan 2020, APBN selaku blueprint keuangan negara memang dirancang ekspansif dengan belanja yang cukup tinggi untuk menstimulasi roda perekonomian yang lesu akhir hantaman pandemi. Belanja pemerintah tinggi dengan pendapatan yang masih lesu membuat kian lebarnya defisit budget dalam struktur APBN. Defisit tersebut menjadi konsekuensi yang tidak sanggup disingkirkan seiring dengan kebijakan menyerupai ini.
Tercatat defisit budget mengalami kenaikan dimulai dari 2020 yang meraih 6,14% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Kemudian hal ini berlanjut pada dua tahun selanjutnya yakni defisit sebesar 4,57% (2021) dan 3,92% (2022). Angka defisit pada abad pandemi berada di atas ambang batas yang ideal yakni 3%. Kondisi ini merupakan hasil dari tingginya belanja negara dalam menangani COVID-19 lewat embel-embel budget Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).
Defisit budget yang cukup tinggi dalam periode tiga tahun terakhir memang menjadi opsi susah bagi pemerintah pada abad pandemi. Tetapi kebijakan ini bukan mempunyai arti langkah yang sia-sia, justru sebaliknya ternyata sempurna dalam mempertahankan stabilnya perekonomian negeri ini. Di dikala negara-negara lain limbung alasannya merupakan kemajuan ekonomi yang turun drastis, Indonesia bisa mempertahankan ketahanan dan kemajuan ekonomi dengan baik.
Kondisi ini tercermin dari rendahnya kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun pertama pandemi. Pada 2020 kontraksi kemajuan ekonomi Indonesia cuma meraih minus 2,1%. Kondisi ini membuat Indonesia selaku salah satu negara dengan kemajuan ekonomi terbaik waktu itu, dikala dunia sedang mengalami kontraksi yang cukup parah. Contoh ini sanggup dilihat dari negara-negara tetangga yang mengalami kontraksi kemajuan ekonomi yang cukup dalam menyerupai Filipina (-9,2%), Thailand (-6,2%), Malaysia (-5,5%) sampai Singapura (-4,1%) pada 2020.
Seiring dengan kian pulih dan bergeliatnya perekonomian negeri ini, kemajuan ekonomi Indonesia pun kembali mengalami kenaikan yang positif. Bahkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemajuan ekonomi Indonesia pada 2022 meraih 5,31% dan menjadi kemajuan tertinggi sejak 2014. Kondisi ini pasti menjadi fakta positif bahwa roda perekonomian Indonesia sudah kembali berada di jalur yang tepat.
Kondisi ini pasti juga menjadi sinyal penting bagi pemerintah dalam merespons kebijakan keuangan negara untuk menghadapi keadaan gres ini. Sesuai dengan amanah undang-undang, 2023 merupakan tahun pertama bagi APBN dengan sasaran defisit budget di bawah 3%. Kondisi ini diperlukan sanggup mempertahankan konsolidasi fiskal sehingga APBN menjadi kian sehat dalam jangka panjang. Lalu, bagaimana taktik keuangan negara dirancang dalam menghadapi tantangan gres ini?
Menjaga Kesinambungan Fiskal
Tiga tahun berturut-turut mengalami defisit budget di atas 3% selaku konsekuensi dari meningkatnya belanja negara, APBN 2023 dirancang khusus untuk mempertahankan kesinambungan fiskal tersebut. Target untuk menekan defisit di bawah 3% pada 2023 dijawab APBN 2023 dengan belanja yang lebih kontraktif dan kenaikan pendapatan alasannya merupakan kian pulihnya acara ekonomi. Target ini pasti menjadi saat-saat APBN untuk mengawali menahan lajunya yang ekspansif serta kembali ke jalur yang ideal.
Angka penurunan defisit ini sanggup diterangkan dari meningkatnya proyeksi pendapatan negara dalam APBN 2023 di angka Rp 2.463 triliun, serta turunnya belanja negara di angka Rp 3.061 triliun atau turun 3,4% dari outlook 2022. Defisit Anggaran diperkirakan meraih Rp 598 triliun atau 2,84% dari PDB 2023.
Meningkatnya proyeksi pendapatan negara bersumber dari mulai tumbuhnya acara ekonomi domestik serta implementasi reformasi perpajakan di Indonesia. Pendapatan pajak diproyeksi meraih Rp 2.021 triliun atau berkembang 5% dari outlook 2022. Pendapatan yang lain diproyeksi dari pendapatan negara bukan pajak dan juga pendapatan hibah mancanegara yang terencana.
Di segi belanja negara, kenaikan mutu belanja menjadi konsentrasi utama dalam mendukung penguatan reformasi struktural dan pencapaian sasaran pembangunan. Seiring dengan terkendalinya pandemi COVID-19, maka belanja negara diproyeksi turun cukup signifikan dengan belanja pemerintah sentra meraih Rp 2.246 triliun (turun 5,2%) dan Transfer Daerah meraih Rp 814 triliun.
Dengan proyeksi defisit yang lebih rendah dibanding tiga tahun permulaan pandemi, keadaan tersebut merefleksikan bagaimana APBN 2023 berupaya mempertahankan konsolidasi fiskal yang bagus untuk kesehatan perekonomian jangka panjang. Defisit budget pasti tetap memerlukan pembiayaan sehingga sektor-sektor pembiayaan menyerupai penerbitan surat bermanfaat negara (SBN) dan investasi tetap diperlukan dalam mempertahankan keuangan negara. APBN 2023 optimis dalam pemulihan ekonomi lewat stimulus sektor sektor strategis, namun juga berhati-hati dalam menghadapi perlambatan ekonomi global dalam dinamika perang dan gangguan jual beli internasional
APBN yang Adaptif
Ketika kebijakan pemakaian masker kian diperlonggar, dan di saat roda-roda ekonomi sudah pulih dan bisa berlangsung dengan baik, maka dikala itulah semestinya keuangan negara juga mesti kembali mempertahankan langkah agar tetap berada di jalur ideal. Seiring dengan membaiknya perekonomian negeri dan terkendalinya COVID-19, APBN 2023 berkonsentrasi terhadap kenaikan pendapatan negara dan juga efisiensi belanja negara agar defisit budget kembali frustasi di bawah 3% PDB.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik merupakan bukti bagaimana kebijakan keuangan negara yang ekspansif bisa menampilkan energi positif terhadap pulihnya ekonomi negeri ini. Kini sudah saatnya kebijakan ekspansif keuangan negara dalam tiga tahun terakhir berubah lebih efisien. Target defisit budget di bawah 3% cukup kongkret seiring dengan surplus yang terjadi di Kuartal 1 – 2023.
Pilihan kebijakan yang sungguh ekspansif kelihatannya tidak lagi berhubungan di saat ekonomi sudah pulih dalam abad kenormalan gres seperti. Kebijakan yang sungguh ekspansif menyerupai di permulaan pandemi pasti memerlukan pembiayaan yang tinggi sehingga mempunyai resiko tinggi bagi kesehatan keuangan negara dalam jangka panjang apabila terus dilaksanakan.
Dibutuhkan perjuangan dari seluruh unsur penduduk yang terlibat agar keuangan negara tetap berada di jalur yang ideal di periode berikutnya. Ketika APBN terbukti dapat menjadi salah satu instrumen efektif dalam mengatur ekonomi dikala pandemi, sudah waktunya APBN juga mesti sanggup menjadi instrumen yang efisien dalam mempertahankan keberlanjutan kemajuan ekonomi dalam jangka panjang.
Sintong Arfiyansyah pegawai Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan
keuangan negaraapbnpertumbuhan ekonomikebijakan fiskalHoegeng Awards 2025Baca dongeng inspiratif calon polisi referensi di siniSelengkapnya