Home / Detikpedia / 10 Puisi Hari Guru Nasional, Mampu Diberikan Ke Guru Kesayangan

10 Puisi Hari Guru Nasional, Mampu Diberikan Ke Guru Kesayangan

Surat Hari Guru
Ilustrasi Hari Guru Nasional. Foto: Getty Images/Alex Liew

Daftar Isi

Jakarta

Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November. Peringatan ini merupakan sekaligus Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Pada 25 November 1945 PGRI di saat Kongres Guru Indonesia (Kongres Guru 1) diselenggarakan di Kota Surakarta. Kongres tersebut digagas para guru, dosen, tenaga kependidikan, pensiunan guru, juga pegawai Kementerian Pendidikan dan Pedagogi yg gres didirikan.

Lantas pada 1994, Kepala Negara Soeharto mengeluarkan Keputusan Nomor 78 tahun 1994 yg memutuskan tanggal lahir PGRI selaku Hari Guru Nasional. Dijelaskan dalam buku Guru: Sang pejuang NKRI oleh Muhammad Divha, penetapan itu yakni ratifikasi Pemerintah dan negara bahwa usaha PGRI yaitu usaha yg keras, sungguh-sungguh, sistematis, dan komprehensif untuk seluruh guru.

Untuk menyemarakkan Hari Guru Nasional, berikut ini sejumlah puisi Hari Guru Nasional yang dapat detikers berikan ke guru tersayang, dikutip dari aneka jenis sumber dan detikSulsel.

Puisi Hari Guru Nasional

1. Puisi 1

Karya: I Kadek Agus Suandika dalam buku Untukmu Guru (Kumpulan Puisi)

Guruku

Ketika mentari pagi

Bersinar terang

Kubergegas tuk ke sekolah

Demi memperoleh ilmu

Guruku

Kau pengantarku menuju kesuksesan

Kau yang memberiku ilmu

Kau pemberi motivasiku

Kau yg senantiasa membimbingku

Guruku

Tanpamu saya tak mampu apa

Hanya terima kasih yang terucap

Atas seluruh jasamu yang mulia

Kaulah pahlawanku

2. Puisi 2

Karya: I Kadek Agus Suandika dalam buku Untukmu Guru (Kumpulan Puisi)

Dari Seorang Guru terhadap Muridnya

Anakku..

Pandanglah bahari lepas

Jika ingin kau cari hakekat hidup

Sebab ombaknya yakni gelombang kehidupan

Yang menghempas nafsu dalam benih di atas pasir

Dan menggemburkan norma dalam karang

Sedang teduhnya yakni kasih sayang

Yang tersembunyi di balik hempasannya

Yang tertulis dalam butir-butir mutiara hati

Anakku..

Pandanglah matahari

Jika kau ingin cari arti pengorbanan

Sebab cahayanya yakni pelita

Yang tanpa tanda jasa

Dan hangatnya yakni hangat nafas perjuangan

Anakku..

Jika kau ingin mencari makna kesetiaan

Pandanglah rembulan

Sebab purnama yakni pelita malam

Dari romantika sejuta asa

Tetapi anakku..

Pandanglah..

Kumohon lihatlah..

Siapa pencipta laut

Siapa pencipta matahari

Dan siapa pencipta rembulan

Carilah dan ia mulai tiba

Dalam keagungan-Nya

3. Puisi 3

Karya: KH A Mustofa Bisri (Gus Mus)

Guruku

Ketika saya kecil dan menjadi muridnya
Dialah di mataku orang paling besar dan terpintar
Ketika saya besar dan menjadi pintar
Kulihat ia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tidak tahu harga guru
Ataukah sekarang aku tak tahu
Menghargai guru?

4. Puisi 4

Karya: Kahlil Gibran

Guru

Barangsiapa mau menjadi guru
Biarlah ia mengawali mengajar dirinya sendiri
Sebelum mengajar orang yang lain

Dan biarkan pula ia mengajar dengan teladan
Sebelum mengajar dengan kata-kata

Sebab, mereka yg mengajar dirinya sendiri
Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri

Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
Daripada mereka yang cuma mengajar orang yang lain
Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang yang lain

5. Puisi 5

Karya: Chairil Anwar

Bintang

Aku menyayangi kelasmu
Kamu membantuku ‘tuk melihat
Bahwa untuk hidup bahagia
Belajar yakni kuncinya
Kamu mengerti muridmu
Kamu perhatian dan pandai
Kamu guru terbaik yang pernah ada
Aku tahu itu dari permulaan kalian bertemu
Aku memperhatikan kata-katamu
Kata-kata dari seorang guru sejati
Kamu lebih dari teladan terbaik
Sebagai guru, kau yakni bintang

6. Puisi 6

Karya: Zaniza

Sang Pengabdi

Setiap pagi kau susuri jalan berdebu
Berpacu waktu demi waktu
Tak acuh deru kendaraan lengkingan knalpot
Tak acuh hambar memagut
Kala sang penguasa langit tuangkan cawannya
Wajah-wajah lugu haus kan ilmu
Menari-nari di pelupuk mata menunggu
Untaian kata demi kata terucap seribu makna
Untaian kata demi kata terucap penyejuk jiwa

Ruang persegi jadi saksi bisu pengabdianmu
Menyaksikan tingkah polah sang penerus
Canda tawa pemanas suasana
Hening sepi berkutat dengan soal
Lengking bunyi kala langgar argumen

Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Entah berapa tinta tergores di papan putih
Entah berapa verbal terucap sarat makna
Entah berapa lembaran tumpahan ilmu terkoreksi
Entah berapa pemikiran akal kau tanamkan

Waktu demi waktu dijalani hanya demi mengabdi
Berserah diri mengharap kasih ilahi
Ilmu kau beri harap kan berarti
Satu persatu sang penerus silih berganti
Tumbuh menjadi tunas-tunas negeri
Kau tetap di sini setia mengabdi
Sampai masa kan rampung nanti

7. Puisi 7

Karya: Iroh Rohmawati

Sebatang Kapur

Deretan formasi dingklik tanpa kedua kaki tetap bangun meskipun tidak bisa bangun tegak
Suara lantang selalu kau keluarkan hingga menghalau tikus tikus kemalasan di otak kalian
Tanpa mengenal letih kau selalu mendidik kami
Meski keringat bercucuran dan honor tak seberapa dibandingkan honor para aparatur aparatur negara yang tidak adil
Guru…
Nama yang hendak senantiasa diingat sepanjang masa
Dengan kelincahan menarikan sebatang kapur di atas papan tulis yg mulai mengantuk
Dan terus mendidik hingga kalian memperoleh arti pentingnya kehidupan

8. Puisi 8

Karya: Rizqi Áinunhayati dalam buku 103 Puisi Pilihan Lomba Taraf Nasional yang disusun oleh Vania Kharizma Satriawan, dkk.

Doa Tulus Suci

Guruku, pembuka cakrawala dunia

Engkau amat mulia

Kau ajarkanku ihwal banyak hal

Engkau panutanku wahai guruku

Hadirmu kolam tetes air hujan di keringnya raga

Hadirmu kolam pelita gelapnya relung jiwa

Hadirmu kolam pelangi indah berseri

Guru

Tiada hari tanpa asupan nutrisi ilmu darimu

Walau sekarang kutahu

Kau tengah berjuang dengan prospek pasti

Berkali-kali bacokan cinta kau terima dengan senang hati

Kau terjang panasnya radiasi

Dahaga sudah lah jangan ditanya lagi

Sakit tiada lagi kau rasa demi mewarnai hari kita

Guru

Jasamu terpatri dalam sanubari

Terngiang dalam kenangan pasti

Derap langkahmu panutan arah ini

Teruslah melayang menyoroti dunia kalian

Doa kami senantiasa mengiringi

Semoga sang Ilahi senantiasa memberkahi

9. Puisi 9

Karya: Yoga Permana Wijaya

Bersamamu, Guruku

Ketika saya memandang langit
Tingginya takkan sanggup kuraih berjinjit
Tapi tatkala aku menatapnya bersamamu, guruku
Aku sanggup menggapai cita setinggi itu
Ketika saya memandang samudera
Hamparan luasnya takkan dapat kupeluk di dada
Tapi tatkala aku memandangnya bersamamu, guruku
Aku dapat merangkul mimpi seluas itu
Ketika aku menyaksikan gunung
Beratnya takkan bisa kupikul di punggung
Tapi tatkala aku melihatnya bersamamu, guruku
Aku mampu mengangkat ilmu seberat itu
Itulah tinggi, luas dan mengajukan pertanyaan jasa yg kau terima
Berkatmu. Ku Menatap, ku memandang, ku menyaksikan sisi yang lain dunia
Tuk menggantinya menjadi bekal kehidupan
Maka setinggi langit, seluas samudera dan seberat gunung
Terhatur terima kasih untukmu, guruku.

10. Puisi 10

Karya: Saraswitha Shinta Hapsari

Jasamu Tak Terbalas

Ketika ilmuku gelap gulita
Engkaulah pelitanya
Ketika ilmuku butuh cahaya
Engkaulah penerangnya
Kau buat ilmu
Menerangi otakku
Seolah engkau berkata
“Rajinlah menimba ilmu muridku.. Agar kau berhasil nantinya..”
Batinmu…
Padamu guru-guruku
Aku haturkan rasa hormatku
Untukmu guru-guruku
Aku ucapkan terima kasih
Atas ilmu yang telah kau bagi pada murid-muridmu
Jasamu tidak kan pernah terbalas
Selamat hari pahlawan..
Untukmu pendekar tanpa tanda jasa
Terima kasihku…
Karna tanpamu
Aku terjatuh di alam kebodohan

Itulah dua puisi Hari Guru Nasional yg bisa detikers pakai buat menyemarakkan perayaan ini pada 25 November 2024.

20D

Video 3 Janji Abdul Mu’ti di Hari Guru 2024

20D

Video 3 Janji Abdul Mu’ti di Hari Guru 2024


hari guru nasionalpuisiguruhgn 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *